Selasa, 28 April 2020

Kumpulan Puisi Oleh Annisa Rizka Amalia

2020

Bumi tak seperti biasanya,
Ia sedang kelelahan,
Menopang manusia-manusia serakah tanpa henti,
Ia mulai putus asa.

Lalu, ia pun berdoa kepada Tuhan,
"Wahai Tuhan, aku ingin istirahat",
Kata bumi kepada Tuhan,
"Baiklah", Tuhanpun mengabulkan.

Di atas tanah gersang, di bawah langit abu-abu,
Kini hampir semua terhenti,
Manusia-manusia serakah itu tidak bisa berbuat apa apa,
Merenungi diri, "apa yang sudah saya lakukan?!"

Minta maaflah pada bumi.

Ini tidak akan berhenti, sampai pada akhirnya bumi memaafkan,
Satu hal yang membuat bumi kembali baik adalah "kesadaran".

Sadarlah, kau tak lebih tinggi dari pohon-pohon ciptaanNya,
Gedung-gedungmu tak lebih tinggi dari langit di angkasa,
Sadarlah, bahwa kau hanya manusia-manusia kecil,
Yang akan berguna, jika kau peduli sesama.

Atas kesadaran, semua akan membaik,
Sedikit demi sedikit, tanah mulai subur,
Tumbuhan menghijau, langit kembali biru,
Itu tandanya, bumi telah memafkan.

Hingga, semua akan kembali pulih, seperti biasanya.

Annisarzkaa, 2020




TONG KOSONG

Hilang..
Adalah keinginannya sejak lama.
Wajah lusuh, mata sayu, menemani hari-harinya.

Tidur..
Adalah hal yang ia sukai.
Membuatnya lupa,
Hal-hal gelap yang pernah ia lalui.

Ibu..
Benaknya terhadap sosok itu,
Membuat dia bertahan.

Manusia yang kau kenal manis itu,
Sesungguhnya ia telah tiada.
Raganya hidup, tapi jiwanya bagai di telan bumi.

Ia tersenyum, tertawa.
Tetapi, tidak dengan hatinya.
Ada titik hitam yang tak pernah hilang.
Ia takut sepi, tapi yang lain tak berarti.

@annisarzkaa (2020)

Sabtu, 11 April 2020

Jodoh Tak Kemana


Itu semua bermula dari tatapan yang tak disengaja dan percakapan sederhana.

“Oh, kamu suka film itu juga?”

“Hari ini ngapain?”

“Hujan ya, dingin”.

Tadinya, tak ada yang spesial tentangnya

Namun, kau dan dia seakan ditakdirkan bersama.

Mungkin, dari tempat duduk yang bersebrangan, kelas yang sama, organisasi yang bersinggungan, atau apapun yang menjadikan kalian bertemu.

Dan, pertemuanmu dengannya semakin intens, percakapanmu dengannya menjadi semacam candu.

Lalu, perlahan-lahan, kau membuka satu ceritamu untuknya.

Kau juga tak pernah paham mengapa kau melakukan itu.

Mungkin, kau hanya ingin bercerita.

Mungkin, kau hanya ingin mendengar sudut pandang baru.

Mungkin, kau hanya ingin mendengar suaranya.

Jadi, kau bercerita kepadanya.

Dan, kau tak pernah menyangka bahwa kau tenggelam lebih dalam hari itu. Melalui tatapan matanya, mendengar ceritamu. Melalu bibirnya yang menuturkan solusi-solusi cerdas untuk masalahmu. Dan cengiran di wajahnya yang seolah berkata, “Tenang! Namanya juga hidup, biasalah ada drama begini.”

Hari itu, hatimu sudah mulai merasa, mulai berharap.

Namun, kau tidak pernah menyadarinya. Satu-satunya hal yang kau sadari adalah, di dalam hatimu, kau berkata, “Kok dia beda dari yang lain, sih?”

Sejak saat itu, jika ada kejadian-kejadian kecil terjadi dalam hidupmu, dia adalah orang pertama yang harus tahu. Karena kau ingin mendengar responsnya. Karena kau ingin tahu. Apakah kita akan cocok?

Hari berlalu bersama cerita-cerita baru, dan kau semakin jatuh, lebih dalam. Pada dirinya, suaranya, gayanya yang tak pernah dibuat-buat, tatapannya yang dalam, lelucon garingnya yang membuatmu lupa pada masalah sejenak, ucapannya yang menenangkan, dan segala tentangnya.

Dan, tak ada satupun hal yang kau benci dari dia.

Oh, dia tak sempurna, itu jelas.

Dia bukan yang paling popular, bukan yang paling rupawan, bukan yang paling cerdas, tapi cukup untukmu. Di masa kini, dan mudah-mudahan di masa depan.

Kau yang tak tahu banyak tentang cinta, mulai mencoba mengirim sinyal. Mengirim pesan untuknya di waktu yang tepat. Membagi cerita keseharianmu, untuknya, beserta kisah-kisah sedihmu di masa lalu. Jalan bersamanya, berdua saja. Diam-diam, menyelipkan kode seperti, “Kenapa kamu nggak pacaran?”; “Ciyee, kamu suka sama dia, ya?”

Dan, dia juga mengirimkan sinyal yang sama, seolah dia menyukaimu. Kadang-kadang, dia membuka pagimu melalui pesan tak penting, seperti, “Dasar kebo”. Kadang-kadang, dia membagi sebuah cerita dan berkata, “Jangan cerita ke siapa-siapa dulu, ya.” Kadang-kadang, dia memberikanmu kejutan tak jelas yang selalu berhasil membuat pipimu menghangat dan bibirmu tersenyum seharian penuh. Kadang-kadang, dia berkata dia merindukanmu, padahal kalian baru bertemu tadi siang. Kadang-kadang, dia menjadi seseorang yang bijaksana dan lucu sekaligus, membuatmu menjerit di dalam hati “Aku mau menghabiskan seumur hidupku sama kamu”.

But things happened.

Ketika hubungan kalian semakin dekat, ketika kau semakin yakin bahwa dia adalah pasangan yang tepat di masa depanmu, ketika kau ingin dia membersamaimu, ketika hatimu semakin terpaut kepadanya, ada yang perlahan berubah.

Dia yang berubah.

Dia… semacam menjauh.

Padahal, kalian pernah sangat dekat.

Padahal tak ada masalah apa-apa di antara semua ini.

Kau kelewat bingung.

Akupun bingung; kok bisa?

Tiba-tiba saja, pesan-pesan yang kau kirimkan semakin jarang dibalas.

Tiba-tiba saja, pertemuan kalian terasa canggung. Dia selalu beranjak lebih dulu.

Tiba-tiba saja, percakapan kalian terasa hambar. Dia tak lagi banyak bicara.

Tiba-tiba saja, dia hilang. Sosoknya ada, tetapi jiwanya tidak.

Kau berusaha mencari tahu apa yang terjadi.

“Kamu kenapa?”

“Kalau ada apa-apa, cerita aja.”

“Aku ada salah sama kamu, ya?”

Namun, kau tak pernah mendapatkan jawaban pasti.

Dia sudah hilang. Di hadapanmu, dia memang ada. Di hatimu, dia masih ada. Namun di hatinya, kau mungkin sudah tak ada lagi.

Segalanya membingungkan.

Bahkan, bagiku yang menuliskan ini.

Namun, ini terjadi kepadamu.

Setiap malam, hatimu merasakan berbagai macam patah hati. Gelisah, seperti berdiri di ujung tebing, yang membuatmu ingin jatuh saja agar segalanya berakhir. Sakit, seperti dikerumuni jarum-jarum kecil yang menusuk permukaan hatimu. Terombang-ambing, seperti laying-layang yang terputus, melayang jatuh tak berarah dibawa angin.

Pada malam-malam tertentu, patah hati ini terasa begitu kuat sampai-sampai air matamu tak mau keluar, bahkan untuk sekedar menemanimu.

Pada malam-malam yang lain, air matamu mengalir seperti hujan di bulan Desember. Tisu-tisu bertebaran. Mata sembap. Hidung merah. Kepala pening. Hatimu masih meneriakkan namanya, mengharapkannya, menangisinya. Ya, kau sadar: kau bertindak bodoh, tetapi kau bisa apa? Kau bahkan tak mengharapkan kehadiran air mata berlebihan ini.

Dan, aku ingin bilang kepadamu:

Menangislah.

Teruslah menangis.

Hingga lega.

Lalu, realistislah.

Jika dia bukan jodohmu, meskipun jutaan liter air mata kau curahkan untuknya, dia tetap tidak akan menjadi jodohmu.

Jika dia bukan jodohmu, meskipun kau berharap sekuat apa pun, dia tetap tidak akan menjadi jodohmu.

Jika dia bukan jodohmu, meskipun kau mengusahakan berbagai cara untuk bersamanya, dia tetap tidak akan menjadi jodohmu.

Jika dia bukan jodohmu, meskipunkau mempertahankannya bertahun-tahun, dia tetap tidak akan menjadi jodohmu.

Dan, tak perlulah kau mencari orang baru untuk mengisi kekosongan hatimu.

Kaulah yang harus mengisi hatimu.

Bukan orang lain.

Karena manusia selalu menjadi sumber patah hati. Maksudku, lihatlah apa yang terjadi kepadamu dan dirinya. Kau menggantungkan kebahagiaanmu kepadanya, mengkhayal masa depan indah bersamanya, menaruh hatimu di atas hatinya, memegang janji yang tak pernah terucap, lalu perhatikan bagaimana ini berakhir. Isn’t it hurt so bad?

Maka, tak perlu berlebihan dalam jatuh cinta. Biasa saja.

Ya, kita tak pernah bisa menolak perasaan jatuh cinta, tetapi kita bisa memilih agar tak jatuh lebih dalam.

Dan, perihal jodoh…

Tuhan sudah tahu nama siapa yang akan bersanding dengan namamu di sebuah kartu undangan pernikahan.

Lebih baik kau persiapkan dirimu untuk menjadi lebih baik. Bukankah orang baik hanya untuk orang baik juga?