TERCIPTANYA ALAM SEMESTA
VERSI SAINS
1.
TEORI
BIG BANG
Alam
semesta telah diciptakan sekitar 15 miliar tahun yang lalu. Tidak seorangpun
tahu kenapa, mengapa, dan bagaimana alam semesta ini terbentuk. Akan tetapi,
dari beberapa penelitian yang memakan waktu yang lama, bermunculanlah berbagai
teori penciptaan alam semesta. Pada abad ke 19, banyak orang mempercayai teori
alam semesta yang tetap. Teori ini mengatakan bahwa alam semesta tidak memiliki
permulaan, dengan kata lain alam semesta ini telah ada sejak dahulu kala dan
tidak berubah (statis). Teori ini muncul dari kalangan materialis yang tidak percaya
tentang penciptaan.
Kemudian,
pada abad 20 muncul suatu teori baru tentang penciptaan alam semesta, yaitu
teori Big Bang. Teori ini mengatakan bahwa alam semesta memiliki permulaan.
Pada teori ini, dikatakan bahwa alam semesta terbentuk karena sebuah ledakan
besar yang disebut Big Bang. Teori Big Bang merupakan kebalikan dari teori alam
semesta yang tetap. Teori Big bang menyatakan bahwa alam semesta terbentuk oleh
suatu ledakan besar. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa terdapat permulaan
pada alam semesta. Banyak orang yang menganut paham materialis yang tidak
percaya dan menyanggah teori ini.
Akan tetapi, tidak lama setelah teori ini muncul, banyak bukti -bukti yang
ditemukan membenarkan teori ini seperti ditemukannya sisa-sisa gema radiasi
dentuman dari ledakan tersebut. Sungguh menakjubkan karena sisa-sisa gema
dentuman tersebut masih ada meskipun proses-proses pendinginan dari dentuman
besar tersebut telah berlangsung selama 15 miliar tahun. Sisa-sisa radiasi gema
tersebut dapat ditemukan pada suhu 5 kelvin. Kemudian teori Big Bang pun
diterima oleh berbagai kalangan di seluruh dunia.
2 Cosmic
Microwave Background
Penemuan
radiasi latar belakang kosmik dalam bentuk gelombang mikro (Cosmic Microwave
Background atau CMB) merupakan salah satu penemuan terpenting abad ini.
Betapa tidak, penemuan ini telah mengubah pandangan modern manusia tentang alam
semesta yang dihuninya. Meski fenomena pengembangan alam semesta telah lebih
dulu diungkap oleh Edwin Hubble pada tahun 1929, penemuan CMB memperkuat
dukungan pada teori Big Bang, suatu teori penciptaan alam semesta melalui
ledakan maha dahsyat dari titik berukuran nol dengan kerapatan serta suhu tak
berhingga tingginya. Ledakan ini telah menciptakan suatu kesetimbangan termal
benda hitam (black body) di masa lampau yang fosilnya ternyata masih dapat
teramati saat ini.
Benda hitam merupakan suatu idealisasi sistem tertutup yang memiliki
kesetimbangan termal dengan distribusi intensitas radiasi berbentuk unik dan
universal serta hanya bergantung pada temperatur sistem. Benda hitam sempurna
tidak pernah eksis di permukaan bumi, namun karena diperkirakan hanya ada satu
alam semesta (paling tidak yang berhasil diamati), maka alam semesta yang kita
huni ini logis dianggap sebagai benda hitam sempurna.
Adalah Arno Penzias dan Robert Wilson yang telah berjasa menemukan CMB
pertamakali pada tahun 1964 dalam bentuk derau (noise) radio yang pada saat itu
sangat membingungkan mereka. Kedua ilmuwan tersebut bekerja di laboratorium
Bell di New Jersey dengan sebuah teleskop radio ultrasensitif (dipandang saat
itu) yang dirancang untuk menerima sinyal dari satelit. Teleskop tersebut
menangkap derau yang berasal jauh dari luar angkasa dan, yang paling
membingungkan kedua ilmuwan, sinyal tersebut tidak bergantung pada arah fokus
teleskop serta tidak bergantung pada waktu pengamatan. Pengukuran yang mereka
lakukan mengantar pada kesimpulan bahwa derau tersebut adalah radiasi gelombang
mikro dengan panjang gelombang 7 centimeter yang sebenarnya (saat ini) dapat
ditangkap oleh televisi biasa jika ditala pada kanal kosong. Untuk penemuan
yang sangat menghebohkan ini Penzias dan Wilson dianugrahi hadiah Nobel pada
tahun 1978.
Dari sifat isotropiknya wajar jika diyakini bahwa radiasi CMB berasal dari
tempat yang sangat jauh di jagad raya. Namun bagaimana para ilmuwan dapat yakin
bahwa radiasi ini merupakan fosil dari ledakan maha dahsyat di masa lampau saat
alam semesta tercipta?
Lebih dari duapuluh tahun sebelum penemuan CMB, George Gamow, seorang profesor
fisika pada George Washington University di Washington D.C., bersama dengan
mahasiswanya mengusulkan teori penciptaan alam semesta melalui ledakan yang
sangat dahsyat yang mereka sebut sebagai teori Big Bang. Dua orang
mahasiswanya, Ralph Alpher dan Robert Herman, pada tahun 1949 kemudian
memperkirakan bahwa temperatur rata-rata alam semesta saat ini sebagai
konsekuensi dari ledakan besar di masa lalu serta berkembangnya alam semesta
pada kisaran 5 derajat Kelvin (minus 268 derajat Celsius). Sayangnya mereka tidak
sempat mengusulkan eksperimen dengan menggunakan teleskop radio, meski pada
tahun 1963 dua ilmuwan Rusia sempat menanyakan penemuan Ed Ohm yang melaporkan
pengukuran derau statik pada tingkat 3 Kelvin. Ohm sendiri tidak mampu
memisahkan derau tadi dengan derau yang berasal dari peralatannya.
Lalu bagaimana hubungan antara derau statik gelombang mikro dengan temperatur
alam semesta? Inilah kisah sukses fisika selain mekanika kuantum dan mekanika
relativistik. Di dalam termodinamika, salah satu cabang fisika yang banyak
membahas hubungan antara temperatur dan sifat suatu zat, dikenal hukum Wien
yang menyatakan bahwa untuk distribusi radiasi benda hitam perkalian antara
panjang gelombang radiasi berintensitas maksimum dengan temperaturnya ekivalen
dengan bilangan 0,3. Pengukuran yang dilakukan oleh Penzias dan Wilson tidak
persis tepat pada puncak distribusi, namun karena kegigihan dan keyakinan para
ilmuwan, pengukuran-pengukuran yang dilakukan selama lebih dari dua dekade,
hingga tahun 1991 dengan menggunakan satelit COBE, berhasil mengkonfirmasi
distribusi radiasi benda hitam dari CMB dengan akurasi yang sangat mengesankan
(lihat gambar 2). Dari distribusi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa
temperatur alam semesta saat ini, lebih dari 10 milyar tahun setelah Big Bang,
adalah 2,726 Kelvin.
Gambar 1. Galaksi Andromeda yang merupakan tetangga terdekat galaksi kita,
meskipun demikian jarak galaksi ini lebih dari dua juta tahun cahaya dari bumi.
Jadi, gambar ini memperlihatkan keadaan galaksi Andromeda lebih dari dua juta
tahun yang lalu, jauh sebelum peradaban manusia (yang dikenal) lahir. Galaksi
ini pertamakali diamati oleh astronom muslim Persia Abdul Rahman Al-Sufi pada
tahun 964 dan dipublikasikan dalam bukunya yang berjudul Kitab al-Kawatib
al-Thabit al-Musawwar. Di kalangan kaum orientalis buku ini kemudian lebih
dikenal dengan nama The Book of Fixed Stars. Diperkirakan, ada sekitar 10
milyar galaksi yang dapat diamati manusia dari permukaan bumi. Gambar diambil
dari Astronomy Picture of the Day, http://antwrp.gsfc.nasa.gov/apod.
Gambar 2. Distribusi intensitas radiasi benda hitam dari radiasi CMB (Cosmic
Microwave Background) yang berhasil dikonfirmasi secara akurat oleh pengamatan
(eksperimen). Garis merah merupakan perhitungan teori untuk temperatur alam
semesta rata-rata ekivalen dengan 2,726 Kelvin. Data-data eksperimen diambil
dari berbagai sumber. Gambar diambil dari Particle Data Book 2000. Kronologi
Alam Semesta.
Distribusi radiasi CMB meyakinkan ilmuwan bahwa jauh di masa lampau telah
terjadi kesetimbangan termal di alam semesta. Karena alam semesta terus berkembang
hingga kini, masuk akal jika temperatur saat itu diperkirakan sangat tinggi.
Para ilmuwan menggunakan hukum-hukum fisika untuk memperkirakan sifat-sifat
alam semesta di awal terciptanya, bahkan ekstrapolasi dapat dilakukan hingga
mendekati Big Bang. Meski demikian, karena temperatur saat ledakan (pada usia 0
detik) sangat tinggi, menuju nilai tak berhingga, hukum-hukum fisika tidak lagi
valid di sini. Dalam matematika keadaan seperti ini dinamakan keadaan singular.
Karena matematika tidak dapat sepenuhnya berurusan dengan bilangan tak
berhingga, hukum-hukum fisika yang diformulasikan dalam matematika tidak lagi
memiliki arti pada kondisi singularitas. Pada awal terciptanya, alam semesta
memiliki ukuran tak berhingga kecil (menuju nol) namun kerapatan materinya
sangat tinggi. Baru setelah 10-43 detik (satu per sepuluh juta
triliun triliun triliun detik) dari ledakan situasi jagad raya dapat diakses
dengan menggunakan teori-teori fisika mutakhir. Diperkirakan pada saat itu
temperatur jagad raya mencapai 1032 K atau sepuluh triliun triliun kali lebih
tinggi dari temperatur inti matahari. Periode yang dimulai pada usia 0
hingga 10-43 detik dikenal sebagai periode (masa) Planck yang
hingga saat ini masih merupakan misteri bagi sains. Para ilmuwan mengimpikan
sebuah teori yang dapat menggabungkan teori kuantum dengan teori gravitasi yang
diharapkan dapat menguak apa yang terjadi pada masa Planck. Teori yang
dinamakan teori gravitasi kuantum ini tentulah sangat sulit mengingat bahwa
domain kuantum (daerah dimana efek kuantum dominan) berukuran mikroskopik
maksimal sebesar atom atau molekul, sedangkan gaya gravitasi terlihat superior
pada skala planet atau galaksi. Meski demikian, usaha ke arah sana sudah banyak
dilakukan, misalnya melalui gagasan teori Superstring yang mempostulasikan
ruang dengan dimensi 10 atau 26 pada masa Planck. Dimensi-dimensi tersebut
berkontraksi setelah masa Planck dan menyisakan hanya 3 dimensi ruang serta
satu dimensi waktu saat ini.
Setelah masa Planck alam semesta memasuki masa Penggabungan Agung (Grand
Unification). Pada masa ini semua gaya fundamental kecuali gaya gravitasi sama
kuatnya. Saat itu alam semesta masih belum berisi apa-apa kecuali sup plasma
dengan temperatur lebih dari seratus ribu triliun triliun Kelvin. Periode ini
tidak berlangsung lama dan alam semesta mengalami inflasi (pengembangan secara
cepat) yang diakhiri dengan pemisahan gaya lemah dan gaya elektromagnetik.
Setelah kedua macam gaya tersebut terbedakan, sup plasma panas berubah menjadi
sup elektron-quark beserta partikel-partikel pembawa gaya elektrolemah yaitu
partikel W dan Z. Partikel-partikel tersebut eksis di alam semesta bersama anti
partikel mereka yang jika bergabung akan bertransformasi menjadi radiasi dan
sebaliknya radiasi yang ada dapat segera berubah menjadi partikel dan
anti-partikel.
Seperseratus ribu detik setelah ledakan temperatur alam semesta turun menjadi
10 triliun Kelvin atau sekitar seribu kali lebih panas dari temperatur pusat
matahari. Pada saat ini sup quark berkondensasi menjadi proton dan netron yang
merupakan komponen dasar dari nukleus atau inti atom.
Sekitar tiga menit kemudian temperatur terus menurun menjadi satu milyar
Kelvin. Energi kinetik yang dihasilkan temperatur sebesar ini sudah tidak mampu
lagi menahan gaya nuklir kuat antara proton dan netron yang selanjutnya
bergabung menjadi nucleus-nukleus ringan. Proses ini dinamakan sebagai proses
nukleosintesis. Proton dan netron bergabung menjadi nukleus deuterium.
Deuterium kemudian menangkap sebuah netron membentuk inti tritium. Selanjutnya
Tritium bergabung dengan sebuah proton menjadi inti Helium. Proses ini
berlanjut terus hingga mencapai inti atom Lithium, namun dengan peluang yang
semakin kecil. Dengan demikian teori Big Bang meramalkan kelimpahan Hidrogen
dan Helium di dalam alam ini. Konfirmasi ramalan ini diperoleh melalui spektrum
bintang-bintang serta galaksi yang dapat diamati dari bumi.
Setelah 3 menit pertama berlalu tidak banyak perubahan yang terjadi kecuali
temperatur terus menurun dan alam semesta semakin besar hingga usia jagad raya
mencapai 300.000 tahun. Di usia ini alam semesta telah mendingin menjadi 3000
Kelvin, suatu kondisi temperatur yang masih mampu melelehkan kebanyakan logam
yang kita kenal. Walaupun temperatur ini masih sangat tinggi, energi kinetik
yang dimiliki oleh elektron tidak mampu lagi menahan gaya tarik menarik Coulomb
antara elektron dan nukleus. Elektron kemudian bergabung dengan nukleus
membentuk atom sehingga seluruh sup plasma tadi akhirnya berubah menjadi
atom-atom. Mulai saat ini radiasi tidak lagi bertransformasi menjadi partikel
dan anti-partikel, sehingga dikatakan bahwa alam semesta mulai terlihat
transparan oleh radiasi. Radiasi foton selanjutnya dapat bergerak bebas bersama
mengembangnya alam semesta. Dengan demikian, radiasi CMB yang teramati oleh
para ilmuwan adalah fosil radiasi yang berasal dari 300.000 tahun setelah
terjadinya Big Bang.
Gambar 3. Kronologi alam semesta dalam skala yang tidak linier. Suhu rata-rata
alam semesta di bagian kanan gambar diperkirakan dengan menggunakan asumsi
sederhana dari persamaan Einstein yang menghasilkan persamaan berbanding
terbalik terhadap akar dari usia jagad raya.
Dalam beberapa jam setelah Big Bang pembentukan Helium serta elemen-elemen
ringan lainnya berhenti. Alam semesta terus berkembang dan mendingin, namun
dibeberapa lokasi yang memiliki kerapatan jauh lebih besar dibandingkan di
tempat lain proses pengembangan tersebut agak lambat akibat gaya tarik menarik
gravitasi yang relatif lebih besar. Bahkan di tempat-tempat tertentu di alam
semesta proses pengembangan berhenti sama sekali dan elemen-elemen yang ada di
tempat itu mulai merapat. Karena gaya gravitasi semakin bertambah, gas-gas
Hidrogen dan Helium mulai berrotasi untuk mengimbangi tarikan gravitasi. Proses
ini selanjutnya melahirkan galaksi-galaksi yang berputar dan memiliki berbagai
macam bentuk seperti cakram dan elips, bergantung pada kecepatan rotasi serta
gaya gravitasinya.
Selanjutnya gas-gas Hidrogen dan Helium dalam galaksi akan pecah menjadi
awan-awan yang lebih kecil dan juga mengalami proses kontraksi karena
masing-masing memiliki gaya gravitasi sendiri. Karena atom-atom di dalam
awan-awan tersebut saling bertumbukan, tarikan gravitasi mengakibatkan tekanan
bertambah dan temperatur terus meningkat yang pada akhirnya sanggup untuk
menyulut reaksi nuklir fusi. Reaksi ini akan mengubah Hidrogen menjadi Helium
dan berlangsung relatif lama karena persediaan Hidrogen yang berlimpah dan
terjadi keseimbangan antara gaya gravitasi dengan gaya ledakan nuklir. Helium
kemudian diubah menjadi elemen-elemen yang lebih berat melalui proses fusi
hingga menjadi Karbon dan Oksigen. Tahapan selanjutnya menghasilkan
bintang-bintang di dalam galaksi yang sebagian meledak sambil melemparkan bahan
bakar untuk membentuk bintang-bintang generasi baru. Matahari kita adalah salah
satu contoh dari bintang jenis generasi baru ini. Sebagian kecil pecahan
ledakan yang mengandung element-elemen lebih berat tidak lagi sanggup untuk
menyalakan reaksi fusi nuklir karena elemen-elemennya relatif sudah stabil dan
temperaturnya tidak cukup tinggi. Bagian ini akhirnya membentuk planet-planet
yang mengorbit bintang seperti bumi kita yang mengorbit matahari.
Pada saat bumi terbentuk, sekitar 5 milyar tahun yang lalu, temperaturnya
sangat tinggi dan tidak memiliki atmosfir. Setelah agak lama barulah temperatur
bumi menurun dan atmosfir mulai terbentuk karena adanya emisi gas dari
batu-batuan di atas permukaan bumi. Namun, atmosfir pertama ini bukanlah atmosfir
yang dapat mendukung kehidupan seperti saat ini, karena atmosfir bumi mula-mula
terdiri dari gas-gas beracun seperti Hidrogen Sulfida. Untungnya beberapa
makhluk primitif yang ada saat itu membutuhkan gas-gas tersebut untuk bernafas
dan menghasilkan Oksigen sebagai gas buangan ke permukaan bumi, sehingga
permukaan bumi akhirnya dipenuhi oleh gas Oksigen. Karena gas Oksigen sendiri
merupakan racun bagi makhluk primitif ini, sebagian besar dari mereka akhirnya
punah secara alami, sedangkan sebagian lagi dapat menyesuaikan diri dengan
mengkonsumsi Oksigen sebagai kebutuhan hidupnya. Masalah yang Dihadapi Teori
Big Bang.
Teori Big Bang standar (Standard Big Bang atau SBB) berhasil membangun hubungan
antara jarak bintang dengan besar pergesaran merah yang teramati, serta dapat
menjelaskan berlimpahnya elemen-elemen ringan seperti Helium, Deuterium, dan
Lithium. Untuk menjelaskan fenomena-fenomena tersebut SBB hanya memerlukan satu
konstanta sebagai input yaitu rasio antara kerapatan baryon dengan kerapatan foton
di alam semesta saat ini. Namun yang paling penting sekali adalah SBB berhasil
meramalkan keberadaan distribusi radiasi benda hitam dari CMB yang berhasil
dikonfirmasi dengan akurasi yang sangat tinggi.
Di balik semua kesuksesan itu teori SBB ternyata memiliki cacat. Teori SBB
tidak dapat menjelaskan mengapa radiasi CMB sangat isotropik. SBB juga
menghadapi masalah yang dikenal sebagai problem horizon, yaitu jarak maksimal
yang dapat ditempuh cahaya setelah ledakan jauh lebih kecil dibandingkan dengan
jarak gelombang mikro dari foton yang teramati pada temperatur yang sama
(dengan kata lain, ukuran alam semesta pada saat itu yang terlihat dari masa
sekarang jauh lebih besar dari ukuran yang dapat ditempuh cahaya setelah
terjadinya Big Bang). Disamping itu, bagi teori SBB fenomena alam semesta yang
cenderung flat (fenomena yang memperlihatkan kecenderungan alam semesta untuk
terus berkembang) juga masih merupakan misteri. Problem lain adalah SBB secara
internal tidak konsisten karena SBB bersandar pada asumsi bahwa materi
merupakan zat alir ideal atau fluida klasik, padahal semua ilmuwan tahu bahwa
pada temperatur sangat tinggi penjelasan materi sebagai gas ideal klasik tidak
lagi valid.
Karena Teori Medan Quantum (Quantum Field Theory atau QFT) merupakan
satu-satunya teori yang berlaku pada energi (temperatur) sangat tinggi, maka
solusi problem terakhir adalah melalui modifikasi SBB dengan QFT. Masuknya QFT
pada kosmologi Big Bang ternyata memberi jalan pada penemuan skenario inflasi
alam semesta yang mempostulatkan bahwa pada suatu masa alam semesta mengalami
pengembangan secara eksponensial. Pada masa ini energi materi disimpan dalam
bentuk lain dan dilepas sebagai energi termal di akhir proses inflasi.
Skenario inflasi tentu saja dapat menyelesaikan problem horizon karena ukuran
alam semesta setelah inflasi konsisten dengan kerucut cahaya masa lampau
(ukuran alam semesta di masa lampau dilihat dari masa sekarang). Selain itu
skenario inflasi juga dapat menyelesaikan masalah flatness karena pada masa inflasi
entropi semesta bertambah dengan faktor yang sangat besar yang pada akhirnya
mendorong alam semesta untuk mengambil bentuk flat. Pembuktian secara akurat
diperoleh dengan menggunakan persamaan Friedmann-Robertson-Walker, yang
merupakan kasus khusus dari persamaan Einstein dalam teori relativitas umum. Masalah
Pada Saat Penciptaan.
Mungkin, masalah yang paling fundamental dalam teori Big Bang adalah masalah
penciptaan atau pada saat alam semesta berusia 0 detik. Seperti sudah
dijelaskan di atas, pada saat itu teori Big Bang meramalkan kondisi
singularitas yang tidak dapat diakses dengan teori fisika semutakhir apa pun.
Namun, kalau pun kita mengabaikan kondisi ini, teori penciptaan alam semesta
tampaknya tidak dapat diterima oleh fisika karena menyalahi aturan fisika yang
paling fundamental, kekekalan energi. Hukum kekekalan energi merupakan dasar
fisika dan belum pernah ada bukti-bukti eksperimen eksplisit bahwa hukum
kekekalan energi ini dilanggar. Jika pada saat sebelum alam semesta tercipta
tidak terdapat apa-apa sedangkan saat ini kita dapat mengamati alam semesta
yang maha luas, maka hukum kekekalan energi telah dilanggar sebesar massa
semesta dikalikan dengan kuadrat kecepatan cahaya, E = mc2 ,
sesuai dengan teori Einstein. Di manakah letak solusinya?
Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa energi total alam semesta tetap nol. Energi
yang berasal dari massa alam semesta adalah energi positif, sedangkan energi
yang mengikat alam semesta akibat gaya tarik menarik gravitasi yang dialami
oleh setiap partikel merupakan energi negatif. Kedua jenis energi tersebut
saling menghilangkan, sehingga energi total semesta tetap nol sesuai dengan
kondisi sebelum alam semesta diciptakan. Pendapat ini juga mendukung adanya
materi yang tidak terdeteksi yang tersebar di alam semesta yang disebut materi
gelap (dark matter).
Untuk menjawab masalah penciptaan materi dari keadaan 'tidak ada' menjadi 'ada'
ilmuwan berpaling pada teori kuantum. Di dalam teori kuantum keadaan 'tidak
ada' ini dikenal dengan istilah vacuum, suatu keadaan yang ternyata tidak
kosong sama sekali namun terdiri dari dinamika penciptaan dan pemusnahan
partikel serta anti-partikel dalam waktu yang sangat singkat. Mengapa partikel
dan anti-partikel dapat diciptakan dari sesuatu yang tidak ada dan keduanya
dapat dimusnahkan tanpa ada bukti sisa radiasi anihilasi? Jawabannya adalah
melalui ketidakpastian Heisenberg yang menyatakan bahwa ketidakpastian
pengukuran energi berbanding terbalik terhadap ketidakpastian waktu pengukuran
dengan konstanta Planck sebagai konstanta pembanding. Ketidakpastian Heisenberg
secara implisit memperbolehkan pelanggaran energi dalam suatu sistem asalkan
waktu pelanggaran sangat singkat, semakin besar pelanggaran energi semakin
singkat waktu yang diperbolehkan. Dengan demikian keadaan vacuum terdiri dari
lautan partikel dan anti-partikel yang eksis dan musnah dalam waktu sangat
singkat. Fluktuasi vacuum ini juga mengakibatkan black hole (lubang hitam)
bersifat tidak 'benar-benar hitam' karena ia dapat menarik partikel sambil meradiasikan
anti-partikel dari dalam vacuum.
Setelah terjadinya Big Bang jumlah partikel dan anti-partikel sama banyaknya.
Keduanya dapat bergabung menjadi radiasi dan sebaliknya radiasi dapat
menghasilkan pasangan partikel dan anti-partikel. Mengapa saat ini yang
teramati di alam semesta hanyalah materi, atau dengan kata lain ke mana
perginya anti-materi?
Eksperimen dan teori fisika telah berhasil membuktikan bahwa alam semesta
beserta isinya memperlihatkan sifat simetri dengan cacat yang sangat kecil.
Pada saat terjadi kesetimbangan termal antara pasangan partikel dan
anti-partikel dengan radiasi, tidak semua proton beranihilasi dengan
anti-proton dan sebaliknya tidak semua radiasi menghasilkan pasangan partikel
dan anti-partikel. Cacat simetri yang sangat kecil ini akhirnya meninggalkan
lebih banyak materi dibandingkan dengan anti-materi, sehingga alam semesta yang
terlihat sekarang disusun sepenuhnya oleh materi. Beberapa jenis anti-partikel
yang teramati di ruang angkasa diperkirakan berasal dari reaksi nuklir yang
berasal dari bintang-bintang tertentu. Nasib Alam Semesta di Masa Mendatang.
Jauh sebelum CMB terdeteksi oleh Penzias dan Wilson, seorang ilmuwan Rusia
bernama Alexander Friedmann mencatat kekeliruan Einstein pada persamaan
relativitas umumnya. Sementara Einstein dan para fisikawan lain sibuk
memodifikasi persamaan gravitasi untuk membuat alam semesta bersifat statik,
Friedmann mengajukan dua asumsi sederhana tentang alam semesta. Pertama: alam
semesta terlihat sama ke arah mana pun kita memandang. Kedua: hal tersebut
benar dari mana pun kita memandang alam semesta. Untuk skala manusia tentu saja
asumsi ini terlihat terlalu ceroboh, namun untuk skala milyaran galaksi
simulasi-simulasi komputer saat ini memperlihatkan kebenarannya. Dari kedua asumsi
tersebut Friedmann memperlihatkan bahwa alam semesta haruslah berkembang.
Bahkan pada tahun 1922 ia dapat meramalkan secara akurat apa yang akhirnya
ditemukan oleh Hubble pada tahun 1928.
Dalam pemikiran Friedmann ada tiga kemungkinan (model) yang akan terjadi pada
alam semesta di masa mendatang. Kemungkinan pertama adalah alam semesta
bersifat tertutup (closed universe). Kemungkinan ini terjadi jika gaya
gravitasi yang dihimpun oleh semua galaksi relatif sangat kuat, sehingga mampu
untuk menekuk ruang (space) menjadi bentuk seperti permukaan sebuah bola jika
kita bayangkan alam semesta hanya terdiri dari dua dimensi. Untuk model ini
alam semesta akan berhenti berkembang pada suatu masa dan gaya gravitasi akan
kembali menyatukan semua galaksi menuju ke satu titik. Apa yang terjadi
kemudian adalah kehancuran semesta yang dikenal dengan istilah Big Crunch atau
kebalikan dari Big Bang.
Kemungkinan kedua adalah gaya gravitasi terlalu lemah untuk mengatasi proses
pengembangan alam semesta sehingga alam semesta akan terus menerus berkembang
dengan cepat dan selamanya.
Kemungkinan yang terakhir akan terjadi jika proses pengembangan alam semesta
tidak terlalu cepat namun hanya cukup untuk mengeliminasi gaya gravitasi,
sehingga alam semesta berkembang menuju ukuran tertentu dan kecepatan
pengembangannya berkurang sedikit demi sedikit menuju nol. Pada kasus ini alam
semesta dikatakan bersifat flat.
Dari ketida model tersebut mana yang paling mungkin menurut para ilmuwan?
Karena peluang untuk setiap model sangat bergantung pada laju berkembangnya
semesta serta besar gaya gravitasi yang dimilikinya, maka informasi tentang
kerapatan rata-rata alam semesta sangat menentukan. Jika kerapatan rata-rata
ini lebih kecil dari suatu nilai kritis maka alam semesta akan terus berkembang
untuk selamanya. Namun jika sebaliknya maka kehancuran alam semesta akan
terjadi melalui proses Big Crunch.
Hingga saat ini hasil pengukuran dan perhitungan kebanyakan mengarah pada nilai
kritis yang berarti bahwa alam semesta cenderung untuk bersifat flat. Meski
demikian, banyak ketidakpastian yang harus diperhitungkan para ilmuwan. Salah
satu dari yang paling membingungkan para ilmuwan adalah pada pengukuran
konstanta Hubble, suatu konstanta yang menghubungkan antara jarak bumi-bintang
dengan pergeseran merah (red shift) bintang tersebut. Konstanta Hubble yang
banyak diyakini oleh para astronom saat ini menghasilkan usia alam semesta pada
kerapatan kritis sekitar 10 milyar tahun. Kontrasnya, pengukuran memperlihatkan
bahwa usia bintang tertua dalam galaksi kita paling tidak telah 14 milyar
tahun. Wajar saja jika perdebatan yang sangat sengit masih mewarnai masalah
ini.
Bagi kita sendiri, sebagai manusia yang hidup di masa kini, model mana yang
mungkin terjadi tidak akan menjadi masalah. Meski alam semesta keesokan hari
mulai mengkerut menuju kehancuran, waktu yang dibutuhkan tentulah paling tidak
10 milyar tahun lagi. Pada saat itu tentu saja seluruh manusia dan peradabannya
di permukaan bumi telah lama punah karena matahari sudah kehabisan bahan bakar.
Kecuali, seperti kata Stephen Hawking dalam bukunya A Brief History of Time,
jika manusia sudah mengkoloni tatasurya atau galaksi-galaksi lain yang masih
memungkinkan berjalannya kehidupan. Jika kasus terakhir ini terjadi maka
manusia-manusia di akhir zaman akan dapat "menikmati" perubahan warna
langit menjadi merah lalu membara dan terang benderang karena peningkatan
temperatur menuju ke tak hingga.
VERSI AL-QUR’AN
Menurut
pandangan Al Quran, penciptaan alam semesta dapat dilihat pada surat Al Anbiya
ayat 30.
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian
kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”
Menurut
ayat di atas dikatakan bahwa langit dan bumi dahulunya merupakan satu kesatuan
yang padu.
“Kemudian
Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi, “ Datanglah kamu keduanya menuruti perintah-Ku
dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab, “Kami datang dengan
suka hati”
“
Maka Dia menjadikannya 7 langit dalam 2 masa dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya`”
( Fushshilat 11-12)
Surat
ini menerangkan bahwa yang pertama kali Allah ciptakan sebelum ada
bintang-bintang dan galaksi, adalah bumi, kemudian Allah swt siapkan makanan di
bumi bagi subject utama penciptaan alam semesta , yaitu manusia. Baru setelah
itu Allah ciptakan langit dan bintang-bintang dalam enam masa. Seperti
diterangkan dalam Surat Al A’raf ayat 54, alam semesta ini diciptakan selama 6
masa.
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak
Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.
Bumi
sebelumnya adalah planet yang mati dan Allah menghidupkannya dengan menu-runkan
air dari langit.
“
Dan Allah menurunkan dari langit air dan dengan air itu dihidupkannya bumi
sesudah matinya.”. (QS`An Nahl ; 65). Pertanyaannya adalah darimana air ini
berasal ? Padahal waktu itu belum ada awan yang bisa menghasilkan hujan, belum
ada langit yang bisa menahan uap air. Maka satu-satunya kemungkinan asal air
adalah dari Arasynya Allah.
“
Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan
air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar kuasa
menghilangkannya.”( QS Al- Mu’minun ; 18 )
Perhatikan
kalimat “lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi” , ini menerangkan
bahwa air bukanlah pemukim asli bumi tetapi pendatang (alien).
“
……….Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup, Maka mengapakah
mereka tiada juga beriman “ ( QS. Al-Anbiya ;30 ).
“
…. Maka Kami tumbuhkan dengan air itu berjenis-jenis tumbuhan yang
bermacam-macam “ ( QS Tha Ha ; 53)
“
Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air … (QS An Nur ;
45).
Ketiga
ayat tersebut makin menjelaskan kepada kita bahwa setelah air diturunkan ke
bumi, maka sebelum Allah ciptakan hewan , tentunya yang terlebih dahulu
Allah cipakan adalah tumbuh-tumbuhan sebagai cadangan makanan hewan. Kemudian
hewan-hewan ada juga yang menjadi cadangan makanan untuk hewan-hewan predator.
Semua jenis hewan, baik burung maupun hewan darat, ternyata menurut ilmu
pengetahuan memang asal-usulnya dari hewan air.
Misteri
berikutnya adalah dikatakan dalam Al Qur’an bahwa langit dan bumi dulunya
adalah suatu yang padu. Jadi bukan bumi dan bintang-bintang yang dulunya
sesuatu yang padu.
“
………bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu,
kemudian kami pisahkan antara keduanya……. “ ( QS. Al-Anbiya ;30 ).
Selanjutnya
Allah swt katakan menciptakan langit dari asap (lihat kembali surat Al Fushilat
ayat 11). Bumi, sebelum Allah swt hidupkan dengan menurunkan air dari langit,
pada mulanya adalah sebuah bola api yang sangat panas. Ilmu pengetahuanpun
mengakui hal tersebut. Tetapi tanpa perlu pembuktian, kita tahu bahwa perut
bumi masih mengandung lumpur dan lahar yang sangat panas sampai saat ini. Sebuah
benda yang panas, seperti sebatang besi yang membara misalnya, apabila disiram
air akan menyebabkan munculnya asap dan uap air. Demikian juga dengan bola
panas bumi pada waktu air diturunkan maka dia mengeluarkan asap dan uap air.
Apa bedanya asap dengan uap air ? Asap bersifat adhesive (mengikat) sedangkan
uap bersifat kohesip (tidak mengikat). Asap dari bumi inilah yang kemudian
Allah swt ciptakan menjadi langit yang tujuh lapis. Kemudian dalam tempurung
langit yang pertama Allah ciptakan bintang-bintang. Darimana Allah swt ciptakan
bintang-bintang. Wallahu a’lam, tidak ada penjelasan dalam Al Qur’an. Allah swt
Kuasa menciptakan segala sesuatunya dari yang tiada menjadi ada.
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM SEMESTA
- Hubungan
Historis
Asal usul manusia dikaitkan dengan
keberadaan alam semesta ini dilandaskan pada adanya persamaan bentuk morfologis
dan fisiologis (dan alas an yang bersifat ideologis). Pada abad ke 19 muncul
suatu pemahaman asal usul manusia yang dikaitkan dengan primata. Penciptaan
manusia pada awal kehidupan dari
Ramapithecus-oseopithecus-Australopithecus-Pitecanthropus
Erectus-Neandertal-Homo Sapien yang kini dikenal sebagai manusia modern seperti
sekarang ini. Dari evolusi awal terciptanya manusia yang rumit inilah ada
hubungan historis/sejarah antara manusia dan alam semesta.
Kerumitan yang ada pada persoalan
asal usul manusia hamper sama dengan kerumitan asal usul alam semesta. Apalagi
jika dihubungkan bahwa evolusi manusia dahulu sampai sekarang sesungguhnya
menyangkut perubahan gejala-gejala jagat raya/alam meliputi tingkah laku,
unsure, atom, dan elemen. Dari hal itulah terdapat hubungan historis antara
manusia dan alam semesta.
- Hubungan
Fungsional
Proses penciptaan manusia adalah
integral dari alam semesta. Dalam sisitem kosmos, manusia dan alam semesta
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Karena memiliki keunggulan dalam
system kesadaran, maka alam semesta menjadi obyek yang penting dalam kehidupan
manusia. Seiring dengan kemajuan pengetahuan terhadap alam dan teknologi yang
diterapkannya, menempatkan alam semesta dalam posisi sebagai sumber kehidupan
yang tidak terbatas bagi manusia. Maka wajarlah jika semakin dalam pengetahuan
semakin teraasa hubungan antara fungsi manusia dan fungsi alam.
Salah satu teori yang menunjukkan
hubungan antara manusia dengan alam adalah teori anthroposentris yang
menyebutkan bahwa manusia menjadi pusat alam. Maksudnya semua yang ada di alam
adalah untuk manusia, seperti firman Allah dalam Q.S. Al Baqarah ayat 29 yang
artinya : “Dan Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu.”
Menurut pandangan Islam, manusia
ditempatkan sebagai rahmat bagi alam. Seperti disebutkan dalm Q.S. Al Anbiya
ayat 107 yang artinya : ”Dan tiadalah kami mengutus kamu melainkan sebagai
rahmat seluruh alam.”
Pada intinya, alam dan manusia
saling bergantung, alam menyediakan segala sesuatu yang manusia butuhkan, dan
alam membutuhkan manusia untuk menjaga kelestariannya. Alam diciptakan oleh
Allah sebagai objek untuk mengembangkan potensi dan pengetahuan yang dimiliki
manusia agar mereka bisa berkembang dan memakmurkan alam, dan mengetahui
tanda-tanda kebesaran penciptanya, yaitu Allah SWT.
KESIMPULAN
1. Alam
adalah segala sesuatu yang ada atau yang dianggap ada oleh manusia di dunia ini
selain Allah beserta Dzat dan sifat-Nya. Alam semesta adalah segala sesuatu
yang ada pada diri manusia dan di luar dirinya yang merupakan suatu kesatuan
system yang unik dan misterius dan dapat dicapai oleh indera manusia yang
merupakan ciptaan Allah yang diurus dengan kehendak dan perhatian Allah.
2. Teori
Big bang menyatakan bahwa alam semesta terbentuk oleh suatu ledakan besar.
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa terdapat permulaan pada alam semesta.
3. Al
Qur’an menerangkan bahwa yang pertama kali Allah ciptakan sebelum ada
bintang-bintang dan galaksi, adalah bumi, kemudian Allah swt siapkan makanan di
bumi bagi subject utama penciptaan alam semesta , yaitu manusia. Baru setelah
itu Allah ciptakan langit dan bintang-bintang dalam enam masa. Seperti
diterangkan dalam Surat Al A’raf ayat 54, alam semesta ini diciptakan selama 6
masa.
4. Karakteristik
integral alam ada 5, yaitu terbatas, berubah, tergantung, ditentukan, dan
relative.
5. Tujuan
alam diciptakan adalah bukan untuk dirusak, dicemari, dan dihancurkan. Akan
tetapi adalah untuk difungsikan semaksimal mungkin dalam kehidupan. Tujuan alam
diciptakan juga bukan untuk disembah, dikultuskan, dan dimintai
pertolongan. Akan tetapi adalah untuk dikelola, dibudidayakan, dan dimanfaatkan
dalam kehidupan. Pada akhirnya alam diciptakan hanya sebagai fasilitas semata
bagi manusia untuk mengenal dan lebih mendekatkan diri pada Allah.
6. Mekanisme
Alam (Sunnatullah) adalah ketentuan-ketentuan Allah sebagai hukum yang mengatur
alam semesta ini beserta isinya. Allah menciptakan alm semesta beserta isinya
dilengkapi dengan hukum-hukum (sunnatullah). Dan jika hukum-hukum tersebut
dilanggar, maka alam akan hancur. Itulah hakikat sunnatullah yang telah
ditentukan oleh Dzat Yang Maha Tinggi sebagai Sang Pencipta, Pengatur dan
tempat kembali seluruh alam.
7. Hubungan
histories manusia dan alam semesta adalah terletak pada kerumitan proses
permulaan keduanya ada di dunia ini. Alam dan manusia saling bergantung, alam
menyediakan segala sesuatu yang manusia butuhkan, dan alam membutuhkan manusia
untuk menjaga kelestariannya. Alam diciptakan oleh Allah sebagai objek untuk
mengembangkan potensi dan pengetahuan yang dimiliki manusia agar mereka bisa
berkembang dan memakmurkan alam, dan mengetahui tanda-tanda kebesaran
penciptanya, yaitu Allah SWT.