Selasa, 16 Mei 2017

SISTEM EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA



SISTEM EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA

1.        Ekonomi Syariah di Indonesia

Banyak sekali keterangan dari dalam Al-Quran yang menyinggung masalah ekonomi, secara eksplisit maupun implisit. Bagaimana jual-beli yang baik dan sah menurut Islam, pinjam meminjam dengan akad-akad yang sah sampai dengan pelarangan riba dalam perekonomian. Semuanya dikupas secara tuntas dalam hukum dan syari'ah Islam. Dalam Islam ini yang menjadi panutan serta tauladan dalam penerapan hukum ekonomi Islam adalah Rasulullah Saw.

Dari namanya saja dapat kita tebak bahwa hukum ekonomi Islam pasti berpegang pada syari'ah islam dan akan kental dengan akidah keislaman. Sistem ekonomi syariah islam memungkinkan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan jujur tanpa berlebihan dan saling membantu sesama manusia.

Sehingga diharapkan dengan menjalankan ekonomi Islam, manusia dapat menemukan sebuah kesetiaan dan sesejatian dalam Islam yang diharapkan hal ini dapat memberikan kesejahteraan bagi semua manusia. Cocok sekali dengan tujuan Islam yakni Islam diturunkan untuk makhluk di bumi ini agar selamat sejahtera. 

2.        Bagaimana Ekonomi Islam Di Indonesia?

Di Indonesia saat ini telah mulai dan dilaksanakan penerapan syariah Islam dalam bentuk aplikasi Ekonomi walaupun masih banyak kekuranganya. Hal ini dikarenakan sudah teralu lama bangsa Indonesia menganut sistem Ekonomi konvensional yang membebaskan semua pelaku usahanya dengan jalan apapun untuk mendapatkan keuntungan sebesar mungkin.

Mengapa Di Indonesia Dikatakan Susah dalam Penerapan Syariah Islam?
Mungkin hal ini dapat menjadikan alasan bahwa perkembangan masyarakat Islam di Indonesia untuk dapat menerapkan Ekonomi Syariah Islam dalam Ekonomi terkendala oleh adanya penjajahan yang dilakukan oleh Belanda. Belanda menganggap bahwa Ekonomi Islam dapat menghambat, mengancam dan mengubah pemikiran rakyat Indonesia dalam melakukan kegiatan Ekonomi, padahal ketika itu pihak belanda melakukan sistem monopoli perdagangan yang memang dalam kenyataannya hal ini (Monopoli Perdagangan) hukumnya haram.

Karena hal itu rakyat Indonesia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat memikirkan dan mengenali Sistem Ekonomi Islam yang pada dasarnya dilandasi oleh hukum yang ada di Al Quran dan As-Sunah.
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya umat Islam, seharusnya sistem ekonomi syariah Islam ini dapat dilaksanakan dan diterapkan di Indonesia secara kafah (menyeluruh), yang mengedepankan transparansi, keadilan dan good governance dalam pengelolaan usaha dan asset-asset negara. Di mana praktik ekonomi yang dijalankan berpihak pada rakyat kebanyakan dan berpihak pada kebenaran. Sehingga tidak akan ada lagi yang namanya korupsi di negeri ini jika Syariah Islam dapat dengan benar diterapkan secara kafah.

Dapat dipastikan bahwa ekonomi syariah bisa menjadi pilihan untuk mengatasi masalah umat Islam yang saat ini masih mengalami krisis ekonomi. Merupakan sebuah tantangan yang sangat besar untuk para pengusaha dan kalangan yang mengerti ekonomi syariah Islam untuk dapat menerapkan sisem ekonomi syariah ini secara menyeluruh di negeri ini.
Dikutip dalam sebuah artikel bahwa, "Di Indonesia, praktek ekonomi Islam, khususnya perbankan syariah sudah ada sejak 1992. Diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Namun, pada decade hingga tahun 1998, perkembangan bank syariah boleh dibilang agak lambat. Pasalnya, sebelum terbitnya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, tidak ada perangkat hokum yang mendukung sistem operasional bank syariah kecuali UU No. 7 Tahun 1992 dan PP No. 72 Tahun 1992. 

Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 itu bank syariah dipahami sebagai bank bagi hasil. Selebihnya bank syariah harus tunduk kepada peraturan perbankan umum yang berbasis konvensional. Karenanya manajemen bank-bank syariah cenderung mengadopsi produk-produk perbankan konvensional yang “disyariatkan”. Dengan variasi produk yang terbatas. Akibatnya tidak semua keperluan masyarakat terakomodasi dan produk yang ada tidak kompetitif terhadap semua produk bank konvensional."
Peraturan itu menjadi penghalang bagi berkembangnya bank syariah, karena jalur pertumbuhan jaringan kantor bank syariah yang telah ada dibatasi. Namun itu dulu dan sekarang ekonomi Islam benar-benar dapat dilaksanakan jika orang yang mengelolanya benar-benar dapat mengerti dan secara jujur melaksanakan ekonomi syari'ah Islam.

3.        Menerapkan Kembali Ekonomi Syariah di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara Islam terbesar di dunia. Dengan kata lain umat muslim di Indonesia sangat membutuhkan segala sesuatu yang halal. Termasuk hukum syariah dalam ekonomi Islam.
Ekonomi syariah tumbuh kembali semenjak didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992, setelah mendapat legitimasi legal formal dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dua tahun setelah BMI berdiri, lahir pula Asuransi Syariah Takaful di tahun 1994. Berbarengan dengan itu, tumbuh pula 78 BPR Syariah. Pada tahun 1996 berkembang pula lembaga keuangan mikro syariah BMT.
Namun sayangnya, Lembaga Perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi syariah masih sangat langka. Tercatat, IAIN-SU Medan menjadi Perguruan Tinggi pertama di Indonesia yang membuka Program Studi D3 Manajemen Bank Syari‘ah sebagai hasil kerja Forum Kajian Ekonomi dan Bank Islam (FKEBI) yang lahir tahun 1990 sebagai realisasi kerja sama dengan IIUM Malaysia.
Agustianto menjelaskan, perkembangan ekonomi syariah dalam bentuk lembaga perbankan dan keuangan syariah memang menunjukkan perkembangannya yang sangat pesat. Orang yang akan melakukan ekonomi syariah sudah dapat dengan mudah didukung oleh lembaga- lembaga perekonomian Islam seperti Perbankan Syariah, Asuransi Syariah, Pasar Modal Syariah, Reksadana Syariah, Obligasi Syariah, Leasing Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Baitul Mal wat Tamwil, Koperasi Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiun Syariah, lembaga keuangan publik Islam seperti Lembaga Pengelola Zakat dan Lembaga Pengelola Wakaf serta berbagai bentuk bisnis syariah lainnya.
Namun sayangnya, meskipun perkembangan lembaga perbankan dan keuangan syariah demikian cepat, namun dari sisi hukum atau peraturan perundang-undangan yang mengaturnya masih jauh tertinggal, termasuk hukum-hukum yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa bisnis (hukum dagang) syariah.
“Padahal secara yuridis, penerapan hukum ekonomi syariah di Indonesia memiliki dasar hukum yang sangat kuat," katanya.
Dengan perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi dan perbankan Islam, ekonomi Islam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan-tantangan yang besar.
Ada lima problem dan tantangan yang dihadapi ekonomi Islam saat ini:
·         Pertama, masih minimnya pakar ekonomi Islam berkualitas yang menguasai ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu-ilmu syariah secara integratif
·         Kedua, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan keuangannya.
·         Ketiga, perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional masih belum memadai.
·         Keempat, masih terbatasnya perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam dan masih minimnya lembaga tranining dan consulting dalam bidang ini, sehingga SDI di bidang ekonomi dan keuangan syariah masih terbatas dan belum memiliki pengetahuan ekonomi syariah yang memadai.
·         Kelima, peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, masih rendah terhadap pengembangan ekonomi syariah, karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi Islam.
Dalam menerapkan kembali ekonomi syariah di Indonesia maka yang sangat perlu diperhatikan adalah peranan pemerintah yang tidak hanya memperhatikan segi regulasi dan legal formal saja, tetapi juga keberpihakan yang riil kepada lembaga perbankan dan keuangan syari‘ah dalam kebijakan ekonomi dan pembangunan.
Misalnya, seperti suntikan modal, pembiayaan proyek pembangunan, tabungan dan setoran haji, pendirian Asuransi dan Bank BUMN Syariah. Selain itu, ekonomi syariah, tidak hanya bisa bergantung pada lembaga keuangan syariah itu sendiri, tidak juga hanya bergantung pada peran pakar seperti IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam), tetapi semua stakeholder yang harus bekerja sama dengan pemerintah (Depkeu, BI, Departemen terkait), ulama, parlemen (DPR/DPRD), perguruan tinggi, pengusaha (hartawan muslim), ormas Islam dan masyarakat Islam pada umumnya.
Mereka harus mempercepat perkembangan ekonomi. Masalah sosialisasi dan edukasi masyarakat tentang ekonomi syariah juga saat ini masih minim. Ini harus terus-menerus dilakukan sosialisasinya, karena tingkat pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang ekonomi syariah masih sangat rendah (Agustianto, 2012).

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_syariah