SISTEM
EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA
1.
Ekonomi
Syariah di Indonesia
Banyak sekali keterangan dari dalam Al-Quran yang
menyinggung masalah ekonomi, secara eksplisit maupun implisit. Bagaimana
jual-beli yang baik dan sah menurut Islam, pinjam meminjam dengan akad-akad
yang sah sampai dengan pelarangan riba dalam perekonomian. Semuanya dikupas
secara tuntas dalam hukum dan syari'ah Islam. Dalam Islam ini yang
menjadi panutan serta tauladan dalam penerapan hukum ekonomi Islam
adalah Rasulullah Saw.
Dari namanya saja dapat kita tebak bahwa hukum ekonomi
Islam pasti berpegang pada syari'ah islam dan akan kental dengan akidah
keislaman. Sistem ekonomi syariah islam memungkinkan manusia untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan jujur tanpa berlebihan dan saling membantu
sesama manusia.
Sehingga diharapkan dengan menjalankan ekonomi Islam,
manusia dapat menemukan sebuah kesetiaan dan sesejatian dalam Islam yang
diharapkan hal ini dapat memberikan kesejahteraan bagi semua manusia. Cocok
sekali dengan tujuan Islam yakni Islam diturunkan untuk makhluk di bumi ini
agar selamat sejahtera.
2.
Bagaimana
Ekonomi Islam Di Indonesia?
Di Indonesia saat ini telah mulai dan dilaksanakan penerapan syariah Islam dalam bentuk aplikasi Ekonomi walaupun masih banyak kekuranganya. Hal ini dikarenakan sudah teralu lama bangsa Indonesia menganut sistem Ekonomi konvensional yang membebaskan semua pelaku usahanya dengan jalan apapun untuk mendapatkan keuntungan sebesar mungkin.
Mengapa Di Indonesia Dikatakan
Susah dalam Penerapan Syariah Islam?
Mungkin hal ini dapat menjadikan alasan bahwa perkembangan masyarakat Islam di Indonesia untuk dapat menerapkan Ekonomi Syariah Islam dalam Ekonomi terkendala oleh adanya penjajahan yang dilakukan oleh Belanda. Belanda menganggap bahwa Ekonomi Islam dapat menghambat, mengancam dan mengubah pemikiran rakyat Indonesia dalam melakukan kegiatan Ekonomi, padahal ketika itu pihak belanda melakukan sistem monopoli perdagangan yang memang dalam kenyataannya hal ini (Monopoli Perdagangan) hukumnya haram.
Mungkin hal ini dapat menjadikan alasan bahwa perkembangan masyarakat Islam di Indonesia untuk dapat menerapkan Ekonomi Syariah Islam dalam Ekonomi terkendala oleh adanya penjajahan yang dilakukan oleh Belanda. Belanda menganggap bahwa Ekonomi Islam dapat menghambat, mengancam dan mengubah pemikiran rakyat Indonesia dalam melakukan kegiatan Ekonomi, padahal ketika itu pihak belanda melakukan sistem monopoli perdagangan yang memang dalam kenyataannya hal ini (Monopoli Perdagangan) hukumnya haram.
Karena hal itu rakyat Indonesia
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat memikirkan dan mengenali Sistem
Ekonomi Islam yang pada dasarnya dilandasi oleh hukum yang ada di Al Quran dan
As-Sunah.
Sebagai negara yang mayoritas
penduduknya umat Islam, seharusnya sistem ekonomi syariah Islam ini dapat
dilaksanakan dan diterapkan di Indonesia secara kafah (menyeluruh), yang
mengedepankan transparansi, keadilan dan good governance dalam pengelolaan
usaha dan asset-asset negara. Di mana praktik ekonomi yang dijalankan berpihak
pada rakyat kebanyakan dan berpihak pada kebenaran. Sehingga tidak akan ada
lagi yang namanya korupsi di negeri ini jika Syariah Islam dapat dengan benar
diterapkan secara kafah.
Dapat dipastikan bahwa ekonomi
syariah bisa menjadi pilihan untuk mengatasi masalah umat Islam yang saat ini
masih mengalami krisis ekonomi. Merupakan sebuah tantangan yang sangat besar
untuk para pengusaha dan kalangan yang mengerti ekonomi syariah Islam untuk
dapat menerapkan sisem ekonomi syariah ini secara menyeluruh di negeri ini.
Dikutip dalam sebuah artikel
bahwa, "Di Indonesia, praktek ekonomi Islam, khususnya perbankan syariah
sudah ada sejak 1992. Diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI)
dan Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Namun, pada decade hingga
tahun 1998, perkembangan bank syariah boleh dibilang agak lambat. Pasalnya,
sebelum terbitnya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, tidak ada perangkat
hokum yang mendukung sistem operasional bank syariah kecuali UU No. 7 Tahun
1992 dan PP No. 72 Tahun 1992.
Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992
itu bank syariah dipahami sebagai bank bagi hasil. Selebihnya bank syariah
harus tunduk kepada peraturan perbankan umum yang berbasis konvensional.
Karenanya manajemen bank-bank syariah cenderung mengadopsi produk-produk
perbankan konvensional yang “disyariatkan”. Dengan variasi produk yang
terbatas. Akibatnya tidak semua keperluan masyarakat terakomodasi dan produk
yang ada tidak kompetitif terhadap semua produk bank konvensional."
Peraturan itu menjadi penghalang
bagi berkembangnya bank syariah, karena jalur pertumbuhan jaringan kantor bank
syariah yang telah ada dibatasi. Namun itu dulu dan sekarang ekonomi Islam
benar-benar dapat dilaksanakan jika orang yang mengelolanya benar-benar dapat
mengerti dan secara jujur melaksanakan ekonomi syari'ah Islam.
3.
Menerapkan Kembali Ekonomi Syariah di Indonesia
Indonesia
merupakan salah satu negara Islam terbesar di dunia. Dengan kata lain umat
muslim di Indonesia sangat membutuhkan segala sesuatu yang halal. Termasuk
hukum syariah dalam ekonomi Islam.
Ekonomi
syariah tumbuh kembali semenjak didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun
1992, setelah mendapat legitimasi legal formal dengan berlakunya Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dua tahun setelah BMI berdiri, lahir pula
Asuransi Syariah Takaful di tahun 1994. Berbarengan dengan itu, tumbuh pula 78
BPR Syariah. Pada tahun 1996 berkembang pula lembaga keuangan mikro syariah
BMT.
Namun
sayangnya, Lembaga Perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi syariah masih
sangat langka. Tercatat, IAIN-SU Medan menjadi Perguruan Tinggi pertama di
Indonesia yang membuka Program Studi D3 Manajemen Bank Syari‘ah sebagai hasil
kerja Forum Kajian Ekonomi dan Bank Islam (FKEBI) yang lahir tahun 1990 sebagai
realisasi kerja sama dengan IIUM Malaysia.
Agustianto
menjelaskan, perkembangan ekonomi syariah dalam bentuk lembaga perbankan dan
keuangan syariah memang menunjukkan perkembangannya yang sangat pesat. Orang
yang akan melakukan ekonomi syariah sudah dapat dengan mudah didukung oleh
lembaga- lembaga perekonomian Islam seperti Perbankan Syariah, Asuransi
Syariah, Pasar Modal Syariah, Reksadana Syariah, Obligasi Syariah, Leasing
Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Baitul Mal wat Tamwil, Koperasi
Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiun Syariah, lembaga keuangan publik Islam
seperti Lembaga Pengelola Zakat dan Lembaga Pengelola Wakaf serta berbagai
bentuk bisnis syariah lainnya.
Namun
sayangnya, meskipun perkembangan lembaga perbankan dan keuangan syariah
demikian cepat, namun dari sisi hukum atau peraturan perundang-undangan yang
mengaturnya masih jauh tertinggal, termasuk hukum-hukum yang berkaitan dengan
penyelesaian sengketa bisnis (hukum dagang) syariah.
“Padahal
secara yuridis, penerapan hukum ekonomi syariah di Indonesia memiliki dasar
hukum yang sangat kuat," katanya.
Dengan
perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap
ekonomi dan perbankan Islam, ekonomi Islam menghadapi berbagai permasalahan dan
tantangan-tantangan yang besar.
Ada lima
problem dan tantangan yang dihadapi ekonomi Islam saat ini:
·
Pertama, masih minimnya pakar ekonomi Islam
berkualitas yang menguasai ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu-ilmu syariah
secara integratif
·
Kedua, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan
keuangannya.
·
Ketiga, perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik
dalam skala nasional maupun internasional masih belum memadai.
·
Keempat, masih terbatasnya perguruan Tinggi yang
mengajarkan ekonomi Islam dan masih minimnya lembaga tranining dan consulting
dalam bidang ini, sehingga SDI di bidang ekonomi dan keuangan syariah masih
terbatas dan belum memiliki pengetahuan ekonomi syariah yang memadai.
·
Kelima, peran pemerintah baik eksekutif maupun
legislatif, masih rendah terhadap pengembangan ekonomi syariah, karena
kurangnya pemahaman dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi Islam.
Dalam
menerapkan kembali ekonomi syariah di Indonesia maka yang sangat perlu
diperhatikan adalah peranan pemerintah yang tidak hanya memperhatikan segi
regulasi dan legal formal saja, tetapi juga keberpihakan yang riil kepada
lembaga perbankan dan keuangan syari‘ah dalam kebijakan ekonomi dan pembangunan.
Misalnya,
seperti suntikan modal, pembiayaan proyek pembangunan, tabungan dan setoran
haji, pendirian Asuransi dan Bank BUMN Syariah. Selain itu, ekonomi syariah,
tidak hanya bisa bergantung pada lembaga keuangan syariah itu sendiri, tidak
juga hanya bergantung pada peran pakar seperti IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi
Islam), tetapi semua stakeholder yang harus bekerja sama dengan
pemerintah (Depkeu, BI, Departemen terkait), ulama, parlemen (DPR/DPRD),
perguruan tinggi, pengusaha (hartawan muslim), ormas Islam dan masyarakat Islam
pada umumnya.
Mereka harus mempercepat perkembangan ekonomi. Masalah
sosialisasi dan edukasi masyarakat tentang ekonomi syariah juga saat ini masih
minim. Ini harus terus-menerus dilakukan sosialisasinya, karena tingkat
pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang ekonomi syariah masih sangat
rendah (Agustianto, 2012).
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_syariah